Beranda | Artikel
Apakah Disyariatkan Shalat Ghaib untuk Saudara kita di Palestina?
Rabu, 14 Januari 2009

Shalat Ghaib adalah menyolatkan jenazah yang tidak berada di tempat atau berada di negeri lain. Mengenai disyariatkannya shalat ghaib terdapat perselisihan di antara para ulama. Ada ulama yang membolehkan, ada pula yang tidak membolehkan dan ada pula yang merinci. Berikut penjelasannya.

Ulama yang Membolehkan Yaitu Imam Asy Syafii dan salah satu pendapat Imam Ahmad. Dalilnya adalah dishalatkannya Raja An Najasy oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam padahal An Najasy berada di negeri Habasyah (sekarang Ethiopia) sedangkan nabi shallallahu alaihi wa sallam berada di Madinah.

Ulama yang tidak membolehkan Yaitu Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Alasannya, karena shalat ghaib untuk An Najasy adalah khusus untuk beliau saja, tidak berlaku umum bagi yang lainnya.

Ulama yang Merinci Yaitu boleh melakukan shalat ghaib, namun bagi orang yang mati di suatu tempat dan belum dishalati. Kalau mayit tersebut sudah dishalati, maka tidak perlu dilakukan shalat ghaib lagi karena kewajiban shalat ghaib telah gugur dengan shalat jenazah yang dilakukan oleh kaum muslimin padanya.

Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Maad. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi dan Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam. Alasan mereka adalah karena tidaklah diketahui bahwa nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat ghaib kecuali pada An Najasiy saja. Dan An Najasiy mati di tengah-tengah orang musyrik sehingga tidak ada yang menyolatinya. Seandainya di tengah-tengah dia ada orang yang beriman tentu tidak ada shalat ghaib.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyolati An Najasiy di Madinah, sedangkan An Najasiy berada di Habasyah. Alasan lain, ketika para pembesar dan pemimpin umat ini meninggal dunia di masa nabi shallallahu alaihi wa sallam -padahal mereka berada di tempat yang jauh- tidak diketahui bahwa mereka dishalati dengan sholat ghaib.

Namun Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa sebagian ulama menganjurkan dilaksanakannya sholat ghaib bagi orang yang banyak memberikan manfaat dalam agama dengan harta, amalan, atau ilmunya. Namun bagi orang yang tidak seperti ini tidak perlu dilaksanakan shalat ghaib. Sedangkan pendapat ulama yang menyatakan bolehnya sholat ghaib bagi siapa saja, ini adalah pendapat yang paling lemah. -Demikian penjelasan Syaikh rahimahullah yang kami sarikan-

Kesimpulan: Dari penjelasan ini, kita mendapat titik terang bahwa sholat ghaib tidaklah disyariatkan pada saat ini, ketika banyak korban yang berjatuhan pada konflik di Palestina. Wal Ilmu Indallah. Wallahul Muwaffiq.

Rujukan: 1. Shohih Fiqih Sunnah jilid 1, Abu Malik Kamal 2. Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin.

Panggang, GK, pagi hari yang penuh berkah,16 Muharram 1430 H Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya Muhammad Abduh Tuasikal, ST

Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST

Baca Juga:


Artikel asli: https://rumaysho.com/145-apakah-disyariatkan-shalat-ghaib-untuk-saudara-kita-di-palestina.html